Rabu, 13 Februari 2013

Adikku...


Dek Fina
Mendengar bunyi  rintikan hujan dan berdiam diri di kamar, Jadi teringat dengan adikku perempuan, “ Fina” namanya,  dulu saat aku masih dirumah, momen hujan gini aku habiskan dengan adikku untuk bercerita di kamar, menangis berdua di kamar karena prinsip kami ditentang oleh mbah kung dan mbah putri kami, atau argumentasi kami tidak disetujui oleh pak de  dan bu de, atau permintaan kita tidak kunjung  direalisasikan oleh ibuk dan abah kami, atau tidak suka dengan  sikap teman kami di sekolah, atau lelah dengan aktivitas yang tak kunjung selesai, Terkadang juga terssenyum dan tertawa terbahak-bahak karena suatu hal yang lucu, atau mendapat nilai yang bagus, Terkadang juga kami bertengkar hebat karena kami tidak berprinsip sama.
Anugerah, bisa dibilang adikku itu adalah anugerah, Orang Jawa bilang adikku itu perawan sunti, artinya perawan yang lahir dalam keadaan yatim, karena sejak 3 bulan di kandungan bapakku telah berpulang menghadap ilahi,  banyak orang iba melihat nasib adikku yang malang itu, tidak seperti aku yang masih bisa merasakan kasih sayang seorang bapak, meskipun hanya dua tahun lamanya.
Kata para tetangga, dek fina itu duplikatnya bapak, dari segi wajah, tindak-tanduknya yang santun dan selalu berusaha untuk tidak menyaakiti orang lain (kecuali aku).. Dia adalah tempat curhatku, adikkulah yang selalu mengingatkanku jika aku sudah sedikit melenceng dari amanah orang tua, apalagi saat aku tinggal berjauhan dengan orang tua seperti sekarang ini. Kemana-mana aku selalu dengan adikku, sampai orang-orang bilang aku dan adikku tak pernah bertengkar dan merupakan saudara yang harmonis,, haha..
Sebenarnya mengambil keputusan untuk kuliah di tempat yang jauh itu sangat sulit bagiku, karena pastinya aku harus berpisah dari adik tersayangku itu, tapi bagaimana lagi, kan kalau kita ingin mencapai suatu hal yang lebih baik ya harus rla meninggalkan hal yang berat untuk di tinggalkan.
Aku menganggap adikku sebagai satu-satunya warisan almarhum bapakku, karena dulu bapak tak meninggalkan apapun selain adik dan ibukku, maklumm saja bapak meninggal diusia yang relatif muda, jadi belum begitu banyak harta yang dikumpulkan sehingga ketika beliau wafat tidak meninggalkan harta benda sedikitpun, dan itu memberikan kemudahan bagi keluarga yang ditinggalkan, jadinya mereka tidak usah repot menghitung warisan bapak atau malah bisa jadi pertengkaran antar keluarga karena merebutkan harta warisan bapak.
Sebagai harta warisan, adikku aku anggap sebagai amanah dari bapak, jadi sebisa mungkin aku selalu berusaha membahagiakan adikku yang malang itu. Aku selalu tak kuasa membendung air mata saat berziarah ke makam bapak lalu aku melihat ke arah dek fina, mungkin jika bapakku masih bisa melihat aku dan adikku tumbuh besar, beliau akan mempertaruhkan apapun demi kebaikan anaknya, tapi sudahlah takdir Allah itu pasti sudah yang terbaik.
Do’a yang selalu kuucapkan kepada Allah adalah semoga kelak aku bisa membahagiakan adik perempuanku karena dia adalah amanat dari bapakku, aku juga selalu berdo’a agar aku dan adik bisa mempertahankan keakraban dan kerukunan sebagai saudara kandung, jangan sampai seperti para senior-senior yang dulunya dengan saudara sangat akur, karena hal sepele bisa menghancurkan bahkan memutus tali persaudaraan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar