Dek
Fina
Mendengar bunyi rintikan hujan dan berdiam diri di kamar,
Jadi teringat dengan adikku perempuan, “ Fina” namanya, dulu saat aku masih dirumah, momen hujan gini
aku habiskan dengan adikku untuk bercerita di kamar, menangis berdua di kamar
karena prinsip kami ditentang oleh mbah kung dan mbah putri kami, atau
argumentasi kami tidak disetujui oleh pak de
dan bu de, atau permintaan kita tidak kunjung direalisasikan oleh ibuk dan abah kami, atau
tidak suka dengan sikap teman kami di
sekolah, atau lelah dengan aktivitas yang tak kunjung selesai, Terkadang juga
terssenyum dan tertawa terbahak-bahak karena suatu hal yang lucu, atau mendapat
nilai yang bagus, Terkadang juga kami bertengkar hebat karena kami tidak
berprinsip sama.
Anugerah, bisa dibilang
adikku itu adalah anugerah, Orang Jawa bilang adikku itu perawan sunti, artinya
perawan yang lahir dalam keadaan yatim, karena sejak 3 bulan di kandungan
bapakku telah berpulang menghadap ilahi,
banyak orang iba melihat nasib adikku yang malang itu, tidak seperti aku
yang masih bisa merasakan kasih sayang seorang bapak, meskipun hanya dua tahun
lamanya.
Kata para tetangga, dek
fina itu duplikatnya bapak, dari segi wajah, tindak-tanduknya yang santun dan
selalu berusaha untuk tidak menyaakiti orang lain (kecuali aku).. Dia adalah
tempat curhatku, adikkulah yang selalu mengingatkanku jika aku sudah sedikit
melenceng dari amanah orang tua, apalagi saat aku tinggal berjauhan dengan
orang tua seperti sekarang ini. Kemana-mana aku selalu dengan adikku, sampai orang-orang
bilang aku dan adikku tak pernah bertengkar dan merupakan saudara yang
harmonis,, haha..
Sebenarnya mengambil
keputusan untuk kuliah di tempat yang jauh itu sangat sulit bagiku, karena
pastinya aku harus berpisah dari adik tersayangku itu, tapi bagaimana lagi, kan
kalau kita ingin mencapai suatu hal yang lebih baik ya harus rla meninggalkan
hal yang berat untuk di tinggalkan.
Aku menganggap adikku
sebagai satu-satunya warisan almarhum bapakku, karena dulu bapak tak
meninggalkan apapun selain adik dan ibukku, maklumm saja bapak meninggal diusia
yang relatif muda, jadi belum begitu banyak harta yang dikumpulkan sehingga
ketika beliau wafat tidak meninggalkan harta benda sedikitpun, dan itu
memberikan kemudahan bagi keluarga yang ditinggalkan, jadinya mereka tidak usah
repot menghitung warisan bapak atau malah bisa jadi pertengkaran antar keluarga
karena merebutkan harta warisan bapak.
Sebagai harta warisan,
adikku aku anggap sebagai amanah dari bapak, jadi sebisa mungkin aku selalu
berusaha membahagiakan adikku yang malang itu. Aku selalu tak kuasa membendung
air mata saat berziarah ke makam bapak lalu aku melihat ke arah dek fina,
mungkin jika bapakku masih bisa melihat aku dan adikku tumbuh besar, beliau
akan mempertaruhkan apapun demi kebaikan anaknya, tapi sudahlah takdir Allah
itu pasti sudah yang terbaik.
Do’a yang selalu
kuucapkan kepada Allah adalah semoga kelak aku bisa membahagiakan adik
perempuanku karena dia adalah amanat dari bapakku, aku juga selalu berdo’a agar
aku dan adik bisa mempertahankan keakraban dan kerukunan sebagai saudara
kandung, jangan sampai seperti para senior-senior yang dulunya dengan saudara
sangat akur, karena hal sepele bisa menghancurkan bahkan memutus tali
persaudaraan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar