Selasa, 12 Maret 2013

REFLEKSI DIRI DI TERMINAL BUNGURASIH

REFLEKSI DIRI DI TERMINAL BUNGURASIH
Dari Kota Malang hingga kota kelahiranku, Tuban, ada 5 kota yang harus ku lewati yaitu Malang,Pasuruan,Surabaya,Gresik,Lamongan dan barulah sampai di Tuban. Dan dalam perjalanan itu aku harus transit di dua terminal  untuk berganti bus yaitu terminal Arjosari dan terminal Bungurasih, Surabaya. Jika hari libur kuliah tiba, aku sering mengisinya dengan pulang ke kampung halaman untuk melepas rindu kepada keluarga di rumah.
            Salah satu alasan mengapa aku lebih senang mengisi liburan di rumah,selain ingin bertatap muka dengan keluarga adalah aku sangat senang jika mengamati fenomena sosial yang terjadi selama perjalanan dari Kota Malang sampai Tuban. Apalagi jika aku pulang  dan sampai di terminal Bungurasih pada malam hari yaitu sekitar jam 9 malam.  Pada saat itu aku melihat betapa kerasnya hidup ini, hal itu nampak jelas jika aku melihat banyak pengamen dan pedagang asongan yang menghabiskan hari-harinya di terminal. Jika malam hari mereka akan tidur dengan alas seadanya, jika ada kardus bekas ya memakai kardus, jika ada koran, ya koranlah sebagai kasur empuk yang menemani tidurnya, dan jika tak ada apa-apa yang bisa di gunakan alas, mereka akan tidur di samping tempat pemberhentian bus. Suasana di Bungurasih sangat terlihat berbeda antara siang dan malam. Selain iba dengan cara mereka mengistirahatkan badan. Aku juga iba dengan sosialisasi yang ada di sana. Meskipun tempat ini bukan tempat prostitusi, tapi disana terlihat betul penyimpangan sosial yang ada. Terkadang kita akan melihat supir atau kenek yang memberhentikan busnya, dia akan turun dan membeli segelas kopi untuk menghangatkan badan, namun tak hanya sekedar membeli kopi, dia juga akan nyambi menggoda perempuan yang menjual kopinya. Dan agar menambah penglaris kopinya, sesekali dia akan membalas godaan pembeli itu.
            Ada Juga anak-anak kecil yang masih mengamen dengan harapan bisa menambah uang jajannya. Selarut itu anak-anak kecil masih mengais rezeki, dan tidak begitu terlihat raut muka yang menunjukkan lelah. Aku berfikir kemana saja orang tuanya yang seharusnya memberikan nafkah kepada mereka, memberikan fasilitas agar mereka bisa fokus untuk menyiapkan masa depan mereka tanpa harus membagi waktu dengan mengamen sepanjang hari sampai larut malam.  Tidak hanya mengamen saja yang menjadi perhatianku, anak-anak tadi juga terlihat dewasa sebelum waktunya, dari cara berpakaiannya dan cara bergaulnya. Maklum saja mereka lebih sering bersosialisasi dengan orang-orang dewasa seperti supir,kenek,petugas keamanan terminal dan juga petugas kebersihan terminal daripada bersosialisasi dengan teman seusianya. Tak jarang mereka juga berkata kotor yang tidak sepanyasnya diucapkan. Kalau anak-anak sekarang sudah seperti ini, bagaimana dengan generasi kita mendatang??
            Melihat pedagang asongan yang hanya menjual kacang,tahu, air mineral, alat pijat dan yang lainnya. Aku jadi berfikir dapat untung berapa mereka dengan hanya menjual dagangan yang seperti itu sampai sepanjang hari. Tapi mereka tetap sabar dan tegar menjalani hidup yang keras ini. Dengan menghabiskan waktu di bungurasih untuk menunggu bus semarang datang sambil mengamati fenomena sosial yang begitu rumit, pastinya membuat diri ini lebih mensyukuri karunia nikmat yang telah tuhan berikan kepadaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar